Profil BHC



Hendi begitu dia akrab disapa, lahir di kampung Tolus pada tanggal 17 oktober 1979, anak pertama dari tiga bersaudara. Seperti anak-anak lainnya di kampung, masa kecil dijalani dengan penuh kegembiraan. Ketika itu di kampung Tolus, para toke berbelanja ke Teluk Melano menggunakan motor kelotok melalui jalur sungai Semandang. 

“Kami anak-anak masa itu jika motor kelotok lewat harus siap-siap meloncat dari atas pohon terjun ke sungai untuk “menikmati” gelombang air.”, ujar Hendi saat diwawancara.“Hal itu terus kami lakukan jika mandi ke sungai dan kebetulan rumah kakek berada di pingiran sungai Semandang jadi kami sudah terlatih berenang di deburan ombak dengan sungai yang cukup deras terutama pada musim air pasang.”, tambah Hendi lagi.

Itulah penanda betapa bahagianya kehidupan masa kecil anak-anak di kampung kala itu termasuk pemilik nama lengkap Blasius Hendi Candra ini. Dan tentu masih banyak cerita lain yang mengharukan bagi anak-anak di kampung, seperti menyandau dan bermalam di pokok durian, main gasing, main pondok-pondokan, main enggrang serta berbagai macam jenis permainan yang membuat persaudaraan diantara anak-anak kampung semakin terpupuk sehingga kelak banyak cerita yang bisa dibagikan jika mereka sudah sukses di kemudian hari. Itulah sekelumit cerita masa kecil hingga masa sekolah dasar selesai digeluti.

Masa SD, SMP, dan SMA

Masuk SD tahun 1986. Keceriaan tampak pada raut wajahnya ketika hari pertama duduk di bangku SD di sebuah desa yang bernama Semandang Kiri yang biasa dikenal dengan kampung Balai Semandang. Hingga kelas 4 SD, Hendi harus berangkat dari rumah di kampung Tolus menuju SD di desa dengan berjalan kaki melewati jalan setapak dengan jarak tempuh kurang lebih 7 km. Ia sangat bersemangat sekolah sehingga tidak mau bolos masuk kelas meskipun tiap hari jalan kaki dari rumah.Ketika SD, Hendi paling hobi bermain bola. 

Di sela-sela jam istirahat, ia selalu bermain bola bersama teman-temannya di halaman depan sekolah. Hampir di setiap kesempatan dalam pertandingan bola antarkelas, Hendi selalu ikut pertandingan. Posisinya adalah pencetak gol. Selain hobi bermain bola, Hendi juga selalu ikut dalam perlombaan cerdas cermat, lomba baca kitab suci, dan solo lagu-lagu gereja antar-SD pada masa Natal dan Paskah. Saat usia 8 tahun, orang tua Hendi sudah mengajarkan hidup mandiri. Di sela-sela liburan kelas akhir tahun Hendi selalu ikut bapaknya menyadap karet. Setelah itu ia selalu ikut orang tuanya ke ladang. Enam tahun kemudian, Hendi tamat SD.

Setelah tamat SD ada libur panjang. Hendi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. “Nak, jika kamu mau melanjutkan ke SMP, kita harus bekerja keras cari uang untuk biaya sekolahmu,” ungkap bapaknya pada saat Hendi menuturkan ketika diwawancara. Hendi patuh dengan perintah orang tuanya, Hendi dan bapaknya memulai aktivitas dengan membuat pondok di kebun karet. Harapannya, agar mereka lebih dekat dengan kebun karet, karena jarak kebun dengan rumah cukup jauh, kurang lebih 1,5 jam berjalan kaki. Aktivitas ini dijalani Hendi dan bapaknya selama 1 bulan lebih. Dengan hasil karet yang dijual akhirnya Hendi bisa melanjutkan sekolah ke SMP.

Ketika bersekolah di SMP, Hendi harus sambil mencari uang sendiri untuk membantu bapaknya meringankan biaya pendidikan. Berhubungan di SMP sekolahnya siang, maka Hendi dan sahabatnya, Pento, masih bisa menyadap karet paginya. Hasil sadapan karet biasanya mereka bagi dua. Uang sekolah dan uang jajan didapat dari hasil kerja Hendi menyadap karet separuh hari bersama sahabatnya. Bahkan Hendi masih bisa menabung. Tahun 1991 Kopdit CU Semandang Jaya hadir di kampung Balai Semandang. Hendi pun masuk menjadi anggota Kopdit CU Semandang Jaya pada tahun 1993. Ia mulai menyisihkan uang untuk ditabungkan di Kopdit CU Semandang Jaya dari hasil kerjanya menyadap karet. Kelak tabungannya digunakan untuk melanjutkan studinya.

Mata Hendi berbinar-binar ketika mendapatkan berita dari sekolah bahwa ia lulus SMP. Dalam benaknya berkecamuk pikiran bahwa perjuangan masih panjang. Ia merasa bisa mengarungi lautan tantangan yang ia alami. Ini adalah wajar karena kesempurnaan memang hanyalah milik Tuhan. Ia harus mengarungi pendidikan di SMA selama tiga tahun. Untuk mempersiapkan diri melanjutkan studi ke SMA di ibukota kabupaten, Hendi harus mengisi liburan panjang dengan menyadap karet. Hendi bercita-cita untuk jadi seorang Pastor ketika itu. Ia banyak bergaul dengan Pastor di parokinya, dan secara kebetulan rumah mereka berdekatan dengan kompleks Pastoran. Akibat rajin bergaul dengan Pastor, bibit untuk menjadi seorang Romo pun mulai tumbuh. Ketika tahun ajaran akan dimulai, ia berangkat ke kota tujuan, dan langsung dibawa oleh Romo Stef untuk tinggal di asrama Seminari. Ia masuk SMA tahun 1995. 

Seminari adalah tempat pendidikan calon Pastor. Untuk jenjang pertama biasanya dikenal dengan seminari menengah. Ia masuk Seminari di kota kabupaten  seraya melanjutkan studi di SMA. Hidup di Seminari awalnya dirasa sangat berat bagi Hendi, karena disiplin yang luar biasa. Jadwal kegiatan sangat padat mulai pukul 04:00 subuh sampai pikul 12:00. Kegiatan di SMA dimulai pukul 07:00 sampai pukul 13:00. Sedangkan pukul 15:00 sampai pukul 17:00 mendapat ilmu tambahan di Seminari, terutama ilmu dasar pelayanan terhadap umat maupun ilmu-ilmu yang menyangkut kedisiplinan.

Hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan. Dengan prinsip seperti itu, tiap hari dari asrama seminari menuju sekolah, Hendi dan para sahabat lainnya mengengkol sepeda onta milik asrama. Rutinitas ini dijalni tanpa kenal lelah. Sepulang sekolah, mereka istirahat siang kemudian dilanjutkan dengan materi keimanan dari pastor kepala. Pukul 16:00 anak-anak seminari mencari kayu bakar. Ada juga yang bekerja di kebun dan mencari rumput untuk makanan sapi. Rutinitas tiap hari biasanya ditutup dengan doa bersama pada pukul 21:00. Setelah 6 bulan menjalani rutinitas di seminari, ia merasa senang karena akhirnya terbiasa juga. Tahun 1998 Hendi tamat SMA dan tidak melanjutkan ke Semenirai tinggi namun memilih untuk melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Petengahan tahun 1998, ia pertama kali menginjakan kakinya di kota pontianak, transportasi yang digunakan kala itu adalah expres jurusan ketapang-pontianak. 

Ia bersama teman-temannya menuju ke pontianak hendak mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri di pontianak. Setelah mengikuti test perguruan tinggi negeri, Hendi lulus dan diterima di fakultas hukum UNTAN. Melalui sahabatnya Pento, hendi tinggal di rumah kontrakan yang super sederhana dan murah kala itu, dinding rumah kontrakan dari kayu bekas dan kelihatan bolong-bolong dindingnya. Pada tahun kedua, untuk meringankan beban orang tua, Hendi harus berpikir keras untuk mencari uang tambahan untuk meringankan beban orang tua. Kemudian Hendi bekerja sambilan menjadi kuli bangunan, mengakut batu bata untuk bahan bangunan itulah yang dilakoni Hendi stelah pulang kuliah. Dari rumah kontrakan ke kampus ditempuh menggunakan angkutan umu (oplet), namun jika uang sudah tipis maka harus ditempuh dengan berjalan kaki ke kampus dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam.

Suka dan duka dijalani, tahun 2002 selesai kuliah rutin namun belum bisa menuntaskan skipsi, lagi-lagi karena terkendala biaya. Kemudian Hendi memutuskan untuk bekerja dulu di kampung, setelah uang terkumpul tugas akhir kuliah (skripsi) diselesaikan dengan IPK yang cukup memuaskan (3,06) dan akhirnya tuntas sudah, tahun 2004 Hendi diwisuda. Setelah wisuda, Hendi langsung ke kota Ketapang untuk mengikuti test PNS, kuota di bagian hukum Pemda Kabupaten hanya 3 orang waktu itu. Hendi gagal ketika itu, kemudian sempat kembali ke profesi semula menyadap karet di kampung. Akhir tahun 2004 Hendi hijrah lagi ke kota Pontianak dengan harapan bisa dapat kerja. 

Dengan kebaikan hati seseorang, akhirnya diterima sebagai volunteer(sukarelawan) di Walhi Kalbar, Yohanes RJ Direktur Eksekutif kala itu. Satu tahun dijalani tanpa kepastian dan tanpa honor. Setelah dilakukan penilaian akhirnya lampu hijau mulai diberikan oleh lembaga melalui ED Walhi Kalbar dan akhirnya diterima secara staf tetap di Walhi Kalbar dengan honor pertama sebesar Rp. 600.000,-. Waktu demi waktu dijalani akhirnya tahun 2007 dipercayakan sebagai Manager Kampanye Walhi Kalbar, jabatan terakhir adalah Direktur Eksekutif hingga tahun 2011.

Berbagai organisasi diikuti, mulai dari organisasi kemahasiswaaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi nirlaba, organisasi profesi hingga organisasi profit digeluti oleh bapak 2 orang anak ini. Karena pengalaman memimpin organisasi, tahun 2011 diberikan mandat oleh Pengurus Kopdit CU Semandang Jaya untuk menduduki posisi puncak di Manajemen, yakni sebagai General Manager. Anggota Kopdit CU Semandang Jaya kala itu berjumlah 18.000 orang dengan total asetsebesar 85 Milyar. Bakat kepemimpinan terus tumbuh, bersama seluruh komponen gerakan (Pengurus, Pengawas dan staf Manajemen) Kopdit CU Semandang Jaya Hendi menuntaskan kepemimpinannya di Manajemen hingga 10 tahundengan jumlah anggota per bulan Maret tahun 2021 sebanyak 53 ribu orang dan Aset sebesar 432 Milyar. 

Untuk terus mengembangkan diri dan menjadi manusia pembelajar, kini Hendi sedang menyelesaikan studi S3 di fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Tangjungpura Pontianak program studi Doktor Ilmu Manajemen jurusan manajemen sumber daya manusia. Tidak cukup hanya pendidikan S3, Hendi juga berprofesi sebagai lawyer/advokat dibawah bendera Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pimpinan Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M. Hendi kini diberi mandat oleh Pengurus Semandang Jaya Group (SJG) sebagai Managing Director SJG, bersama pengurus group tugas Managing Director adalah mengembangkan unit-unit dibawah SJG yakni Kopdit CU Semandang Jaya, Koperasi Omptimis Maju Bersama, Koperasi Semandang Jaya Agro dan Koperasi Ternak Jaya Jemar. Semoga tugas yang mulia ini berjalan dengan baik dan tentunya selalu mendapatkan rahmat dan berkat dari TYME demi pemberdayaan masyarakat secara umum dan terkhusus anggota.

0 Comments

BHC

Bermartabat - Humanis - Cerdas